Senin, 17 September 2012

Tujuan Hidup

Selamat malam, sore tadi saya termenung ketika melihat jalan, riuhnya orang-orang bergerak, baik yang menaiki kendaraan maupun yang berjalan. Mereka bergerak seperti mengejar sesuatu. Terus bergerak memperjuangkan apa yang ada di kepalanya masing-masing. Lalu terbesit dalam pikiran; apakah mereka tau kemana semua akan bermuara. Apakah yang mereka kejar dapat membuat mereka sampai kepada muara? ataukah mereka juga masih menyisakan pertanyaan seperti saya.

Mungkin inilah pertanyaan yang tidak akan pernah selesai ditanyakan. pertanyaan yang akan terus melahirkan pertanyaan baru. Karena tidak ada yang pernah mati kemudian hidup untuk menceritakannya kembali. Karena kiamat belum terjadi, sampai nyata dan terbukti semua titah Qur'an gamblang terkuak. Sampai pada akhirnya terjawab pertanyaan dimana Tuhan.

Hingga kini sejarah mencatat kitab-kitab yang melalui nabinya Tuhan mengucapkan suaranya. kemudian disempurnakan di masa Rasul terakhirnya Muhammad SAW. dan dalam kitab Qur'an terdapat sebuah ayat di Surat Al-An'am 6: Ayat 162 yang berbunyi : Sesungguhnya sembahyangku dan ibadatku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. Sepertinya Tuhan coba untuk menyadarkan khalifah di bumi yang notabene memiliki freewill untuk melakukan apa yang mereka mau untuk sadar. Bahwa segala sesuatu dipertanggungjawabkan. Mampukah kita mengelak ketika hari penghakiman telah tiba. dalam post sebelumnya Diam itu Emas perkataan teman saya mungkin akan menjadi masuk akal. Sebelum sangkakala tertiup, sebelum kita menyesal, dan jika kita belum bisa mengerjakan perintahNya ada baiknya kita berusaha untuk menjauhi larangannya.

Semoga keselamatan menyertai KITA semua.

Jumat, 14 September 2012

Diam itu Emas

Seorang teman berkata, jika kita tidak bisa untuk mengerjakan perintahNya, maka seburuk-buruknya kita tidak melanggar larangannya.

Ketika kita sedang rehat tidak jarang kita menghabiskan waktu dengan handai taulan untuk silaturahmi dan bertegur sapa. Tidak jarang juga kita tenggelam dalam obrolan dan mulai berlayar ke lautan kata kata yang merupakan tafsir bebas kita dan pandangan yang kadang dangkal tentang segala hal yang terjadi di sekitar kita, dan seringkali kita tanpa sadar terperosok dalam jurang ghibah.

Maka tidak ada kata lain. bicaralah seperlunya bahkan kadang diam itu lebih baik. dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh Tirmidzi ;

أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ  كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ  ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ.
“Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku: “Iya, wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih)

Berdasarkan hadist tersebut tidak ada pilihan lain. ketika kita tidak tau fakta apakah itu benar ataupun salah yang terbaik adalah diam. biasakan untuk menahan keinginan untuk berbicara jika kita jauh dari fakta, data dan bukti. biasakan menahan keinginan untuk berbicara kecuali untuk kebaikan bersama, dan biasakan untuk menahan keinginan untuk berbicara untuk berpikir dan memilih kata supaya yang jatuh dari lidah adalah kebaikan.
Selamat pagi! dan tetap semangat dalam beribadah. Wassalamu'alaika..